DO'AKU SELALU UNTUKMU UMMI.....

Jumat, 05 November 2010

DAMPAK DUNIA LAWAK

Kebanyakan tema obrolan dan rubrik ocehan yang diangkat para pelawak seputar masalah yang kosong dari alam realita, cenderung bombastis dan tidak mendidik, yang penting target opini dari para pemirsa tercapai dan rating acara menanjak serta dukungan dari kalangan umum melonjak. Dan kadang antara pelawak saling lepar hinaan, ledekan dan ejekan untuk menciptakan suasana segar, kadang bentuk tubuh dan raut muka pelawak yang kurang sempurna dibuat bahan bayolan untuk menciptakan suasana humoris. Bahkan kondisi cacat dan kelainan orang menjadi bumbu dan komoditi lawakan, sehingga kadang sebagian mereka meniru gaya bicara, cara berjalan, dan prilaku aneh seseorang untuk menggelitik tawa penonton. Lebih parah, kadang simbol agama menjadi sasaran empuk pelecehan para pelawak hanya ingin populer. Padahal setiap kalimat yang meluncur dari lisan kita pasti akan dihisap Allah Subhanahu Wata’ala dengan mudah dan tercatat secara akurat dalam catatan malaikat, seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala :

Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 17-18)
Imam Ibnu Rajab berkata: Para ulama salaf sepakat bahwa malaikat yang sebelah kanannya mencatat semua kebaikan dan malaikat yang sebelah kirinya mencatat semua keburukan. [1]
Lisan adalah anggota tubuh sangat mungil tapi paling menentukan surga dan nerakanya seseorang. Bahkan kepribadian siapapun bisa ditangkap dari mimik lisannya, maka lisan lebih tajam dari pisau dan lebih bahaya ketimbang semua aksi kejahatan, karena kebanyakan aksi kejahatan bermuara dari mulut, atau kurang kontrol terhadap mulut, sehingga Islam sangat perhatian terhadap bahaya mulut dan menyuruh untuk menjaga lisan.
Dari Sahl bin Saad berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang menjaminku mampu menjaga dua bibirnya dan di antara kakinya maka aku akan jamin surga.[2]
Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang sesuatu yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala , yang tidak ia sadari, maka Allah Subhanahu Wata’ala  mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat tentang suatu yang dimurka Allah Subhanahu Wata’ala , yang ia tidak sadari ternyata menghempaskan dirinya dengannya ke dalam Jahannam.[3]
Ketika seorang muslim berbicara hanya punya dua pilihan, berbicara tentang suatu kebaikan yang mendatangkan ridha Allah Subhanahu Wata’ala atau diam karena takut terhadap murka Allah Subhanahu Wata’ala , sebab berbicara tentang apapun harus berdasarkan ilmu, karena setiap kalimat yang keluar dari mulut kita pasti dimintai tanggung jawab seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala  dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.[4]
Penghinaan Simbol Islam Dalam Pentas Lawak
Tema obrolan para pelawak pada umumnya kurang berfaedah dan sia-sia belaka, padahal tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan suatu yang kurang berguna dan tidak bermanfaat, sebagaimana sabda Nabi: Di antara pertanda kebaikan Islam seseorang ialah, meninggalkan apa yang tidak penting baginya.[5]
Apalagi berbicara dusta dan bohong untuk mengundang gelak tawa para penonton, maka demikian itu suatu perkataan yang melebihi kesia-siaan bahkan kalau seandainya mereka mengetahui akibatnya, sungguh mereka akan banyak menangis daripada tertawa.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui maka kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis[6]
Adakalanya para pelawak dengan seenaknya, membuat guyonan dengan cara melecehkan simbol dan syiar Islam, bahkan pernah ada seorang pelawak dengan enteng membuat lelucon dengan ucapan “Syukur al-Hamdulillah” tukang cukur botak sebelah.  Padahal mengolok-olok agama dan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk bercanda berhukum haram, karena mengolok-olok Allah Subhanahu Wata’ala atau asul-Nya atau Sunnah adalah suatu kekufuran dan riddah(keluar dari Islam) mengeluarkan pelakunya dari keislaman sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. 9:65-66)
Dan Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan bahwa Dia bisa memaafkan segolongan di antara mereka hanya dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari kekufuran mereka yang disebabkan oleh sikap mengolok-olok mereka terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , ayatNya dan Rasul-Nya.
Hukum Mengolok-olok Simbol Agama
Untuk Membuat Orang Lain Tertawa
Syaikh Ustaimin ditanya: Ada sebagian orang yang bercanda dengan perkataan yang mengandung ejekan dan hinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala atau RasulNya atau AgamaNya.
Jawaban: Perbuatan mengolok-ngolok Allah Subhanahu Wata’ala , Rasul-Nya dan agama Islam untuk membuat orang lain tertawa walaupun hanya sekedar bercanda, merupakan kekufuran dan kemunafikan. Perbuatan ini seperti pernah terjadi pada jaman Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam, mereka yang mengatakan,”Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Lantas mereka datang kepada nabi dan berkata: Sesungguhnya kami berbicara tentang hal itu ketika kami dalam perjalanan, hanya bertujuan untuk menghilangkan jenuhnya perjalanan. Namun Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam berkata kepada mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu Wata’ala ,Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. 9:65-66)
Jadi, bahasan materi Rububiyah, kerasulan, wahyu dan agama adalah materi agama yang terhormat, tidak boleh seorangpun bermain-main dengan itu, tidak menjadikan sebagai bahan ejekan dan bayolan, agar membuat orang lain tertawa ataupun menghina. Barangsiapa bertindak demikian maka ia telah kafir, karena tindakan tersebut sebagai bukti penghinaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala , para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya. Maka barangsiapa melakukan perbuatan tersebut, hendaknya bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , karena perbuaan itu termasuk kemunafikan dan hendaknya harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala , memohon ampunan dan memperbaiki perbuatannya serta menumbuhkan di dalam hatinya rasa takut, pengagungan dan cinta terhadap-Nya. Hanya AllahSubhanahu Wata’ala lah yang kuasa memberi taufik.[7]
Penghinaan Terhadap Orang Shalih Dalam Pentas Lawak
Terkadang para pelawak berekting menjadi sosok seorang tokoh agama atau ustadz, namun sosok tersebut menjadi bahan ledekan dan guyonan, bahkan mereka menirukan gaya, gerakan dan mimik sang ustadz, tetapi muatan bicara dan perkataannya jauh dari norma kepantasan sehingga menjatuhkan kredibiltas sosok dan figur agama.
Syaikh Utsaimin ditanya: Apa hukum mengolok-olok orang-orang yang konsisten dalam menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu Wata’ala .
Jawaban: Mengolok-olok orang-orang yang konsisten dan istiqamah dalam menjalankan perintah AllahSubhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya, dikarenakan konsistensi mereka merupakan perbuatan haram dan sangat membahayakan pelakunya, karena dikhawatirkan ejekan tersebut berangkat dari sikap ketidaksukaannya terhadap keistiqamahan mereka dalam menjalankan agama Allah Subhanahu Wata’ala , maka ia serupa dengan yang disebutkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam firanNya: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah Subhanahu Wata’ala , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.  (QS. 9:65-66)
Kami belum penah melihat seperti para pembaca (Al Qur’an) di antara kami, yang lebih buncit perutnya, lebih berdusta lisannya dan pengecut saat berhadapan dengan musuh. Maksudnya adalah RasulullahShallallohu ‘Alaihi Wasalam dan para sahabatnya. Lalu turunlah ayat tentang mereka: Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.( At Taubah 65)
Oleh karena itu, hendaklah berhati-hati orang yang suka mengolok-olok komunitas atau kelompok yang menebarkan kebenaran, karena mereka yang diejek dan diolok-olok adalah termasuk para ahli agama yang dimaksudkan dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.) Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu’min. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. 83:29-36)[8]

[1] . Lihat Jamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 1/336[2] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6474) dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul Masabih, bab Mizah (4889), 3/ 1370.
[3] . Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (6478) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3970)
[4] . Shahih diriwayatian Imam Ahmad dalam Musnadnya, 2/ 267, Imam Bukhari dalam Shahihnya (6018), (6136) dan (6475), Imam Muslim dalam Shahihnya ((47), Abu Daud dalam Sunannya (5154) dan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (2500) serta Ibnu Hibban dalam Shahihnya (506)
[5] . Shahih diriwayatkan Imam at-Timrmidzi dalam Sunannya (2317) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3976) dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya (229).
[6] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2313) dan dishahihkan Syaikh al-Albani.
[7] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 156-157.
[8] . Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin, 2/ 157-158.
sumber : http://www.zainalabidin.org/?p=91

BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MUSLIM MENILAI SOSOK MBAH MARIDJAN


Bagaimana Seharusnya Seorang Muslim Menilai sosok Mbah Maridjan
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty
Selain meletusnya gunung merapi kematian mbah maridjan juga menjadi obrolan berbagai lapisan masyarakat akhir-akhir ini, dikarenakan keterkenalan tokoh yang satu ini sebagai “kuncen” gunung merapi disamping mbah maridjan meninggal menjadi korban  meletusnya gunung merapi. Apalagi konon meninggalnya dalam keadaan sujud. Tak sedikit orang yang memujinya karena mati dalam keadaan sujud, atau karena keberaniannya dan pujian-pujian lainnya. Dan hampir tidak ada komentar yang tak senada dengan komentar – komentar diatas. Lalu bagaimanakah seorang muslim yang terbimbing dengan agama yang haq (benar) ba’da taufiqillah (setelah hidayah taufiq Allah) menilai sosok mbah maridjan. Insya Allah penjelasan sederhana dibawah ini menjadi penjelas bagi kita bagaimana kita menilai seorang mbah maridjan.
Pertama : Mbah Maridjan dan tugasnya sebagai seorang  “kuncen/juru kunci” gunung merapi
Seharusnya seorang itu jeli dalam setiap permasalahan apalagi yang menyangkut permaslahan dien nya (agamanya)…!!! Cukup dengan mengetahui  bahwasannya mbah maridjan sebagai seorang “kuncen” gunung merapi maka seharusnya seseorang sudah bisa menilai sosok mbah maridjan dengan benar dan menahan diri mereka untuk memuji mba maridjan dan mengagguminya. Kuncen…?? apa maksudnya ini, kalau tidak dibalik semua ini ada keyakinan-keyakinan sesat. Juru kunci gunung merapi…???!!!, ada apa dibalik semua itu…??? Kalau tidak keyakinan syirik…!!!. Itulah yang diyakini mbah maridjan, mbah maridjan menyakini bahwa gunung merapi mempunyai penunggunya, yang menguasainya, yang bisa menimpakan bahaya untuk masyarakat sekitar, sehingga berimbas dari keyakinan itu mbah maridjan melakukan taqarub (mendekatkan diri) dengan memberi sesajen dan yang lainnya supaya penunggu dan penguasa gunung merapi itu tidak marah dan menimpakan bahaya kepada masyarakat sekitar. Adakah perbuatan syirik (menyekutukkan Allah) yang lebih jelas dari ini…???!!!. Mbah maridjan melakukan ritual tolak bala dengan  membuang berbagai macam barang karaton dari mulai keris dan lainya yang dikenal dengan labuhan merapi. Begitu juga melakukan ritual tapa bisu dan lain-lain.
Berkata Asy Syaikh Shalih Al –Fauzan Hafidzahullah : ” Syirik adalah menjadikan sekutu (atau tandingan) bagi Allah didalam Rububiyah Nya (penciptaan, pengaturan, memberi manfaat dan mudharat/bahaya) dan didalam Uluhiyah Nya(dalam beribadah kepada Allah)” ( Aqidah Tauhid Syaikh Shalih Al –Fauzan: 18 )
Berkata Imam Syaukani Rahimahullah : ” Bahkan syirik adalah dengan menujukan untuk selain Allah sesuatu yang merupakan kekhususan bagi Nya “ (Daurun Nadid Fi Kalimatil Ikhlas : 18 ) Termasuk kekhususan Allah adalah Rububiyah Nya, Allahlah satu satu-satunya yang mencipta, mengatur alam semesta ini, memberi rezeki, memberi manfaat dan mudharat (bahaya) dan yang lainnya. Dan mbah maridjan telah membuat tandinggan bagi Allah didalam Rububiyah Nya ketika mbah maridjan menyakini ada selain Allah yang memberi manfaat dan mudharat, yaitu penunggu gunung merapi.!!!
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:  “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)
اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya : “Allah pencipta segala sesuatu “ (QS. Az-Zumar : 62)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ المَيِّتِ وَيُخْرِجُ المَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Artinya :  Katakanlah: ” Siapakah yang melimpahkan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus : 31)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إلا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ
Artinya : ” Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tak ada yang dapat menolak karuniaNya.  “(QS. Yunus : 107)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ” Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikkan kepada mu, maka Dia Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu ” ( Qs. Al – An’am : 18 )
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :
أَيُشْرِكُونَ مَا لاَ يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلاَ يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلاَ أَنفُسَهُمْ يَنصُرُونَ
“ Mengapa mereka mempersekutukan (Allah dengan) sesuatu (berhala) yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun? Padahal (berhala) itu sendiri diciptakan. Dan (berhala) itu tidak dapat memberikan pertolongan kepada penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun mereka tidak dapat memberikan pertolongan “. (Qs. Al ‘Araaf : 191-192)
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah : “ Dan ini adalah sifat sesembahan yang tidak berhak disembah. Dan ini pertanyaan dalam rangka celaan (bagi orang yang beribadah kepada selain Allah –penj) mereka menyembah  kepada yang tidak bisa menciptakan walaupun hanya seekor semut bahkan mereka (sesembahan) itu diciptakan, bagaimana mereka bisa memberikan manfaat terhadap selain mereka, baik sesembahan itu berupa batu yang tidak berakal atau makhluk hidup yang tidak dapat mendengar (orang yang menyerunya –penj) atau orang mati yang tidak bisa mengabulkan seruan mereka, didalam ayat ini terkandung sifat sesembahan yang disembah selain Allah, yaitu empat hal :
  1. Bahwasanya mereka tidak dapat menciptakan sesuatu
  2. Bahwasanya mereka  makhluk yang diciptakan
  3. Bahwasanya mereka tidak dapat menolong orang-orang yang menyembahnya
  4. Bahwasanya mereka tidak dapat memberikan pertolongan untuk diri mereka sendiri “ ( Syarhu Kitabit Tauhid Asy Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz : 98 )
Disamping itu mbah maridjan mengaku – ngaku mendapat wangsit kapan meletus atau tidaknya gunung merapi dari penunggu gunung merapi atau dari mbah merapi ???!!!, atau pengakuan dia memastikkan gunung berapi tidak akan meletus dan yang lainnya…??!!.
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :
إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
” Sesungguhnya mereka menjadikan syaithan – syaithan sebagai wali (pelindung mereka) selain Allah, dan mereka mengira mereka mendapat petunjuk ” ( Qs. Al’Araaf : 30 )
Akhirnya tidak sedikit yang menjadi korban dari meletusnya gunung merapi, termasuk orang yang katanya mendapat wangsit itu (mbah maridjan sendiri) dan orang yang mengikutinya.
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللهُ
“ Katakanlah wahai (Muhammad) tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah “ (Qs. An-Naml :65)
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As-sa’di Rahimahullah : “ Allah mengikrarkan bahwa Dia sematalah yang mengetahui perkara yang ghaib di langit dan di bumi sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “ Pada sisi Allah lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahui perkara yang ghoib kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan dilautan dan tidak sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula dan tidak jatuh sebutir bijipun di kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. Dan Allah Ta’ala berfirman “ Sesungguhnya hanya disisi Allah ilmu tentang hari kiamat dan Dia menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim…” sampai akhir surat. Perkara ghaib dan yang semisalnya merupakan kekhususan bagi Allah dalam pengilmuanNya, tidak ada yang mengetahuinya baik itu malaikat yang terdekat atau nabi yang diutus.”(Taisirul Karimir Rahman Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam ayat ini)
Kedua : Mbah Maridjan beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepada selain Allah.
Jika seorang muslim mengetahui sedikit saja ilmu agama dengan pemahaman yang benar insya Allah dia tidak akan salah menilai sosok seorang mbah maridjan. Tapi jauhnya mereka dari ilmu agama yang benar sehingga mereka diselimuti kebodohan yang sangat. Pengetahuan seseorang tentang mbah maridjan, bahwasannya mbah maridjan disamping beribadah kepada Allah dengan sholat, puasa baca Al Qur’an dan yang lainnya tetapi disisi lain mbah maridjan juga beribadah kepada selain Allah, bertaqarub (mendekatkan) diri kepada selain Allah dengan berbagai macam ibadah, diantaranya menyediakan sesajen kepada para penunggu dan penguasa yang mbah maridjan yakini sebagai para penunggu dan penguasa gunung merapi. Jelas ini perbuatan syirik dan kekufuran, bermula pada kesyrikkan dalam Rububiyah Allah dan berimbas pada perbuatan syirik dalam Uluhiyyah Allah.
Islam adalah agama tauhid, yang memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang kita beribadah kepada selain Allah, kepada gunungkah, jinkah atau selain mereka. Bahkan tauhid adalah inti agama dan dakwahnya para Rasul.
Allah Ta’ala Berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya :  ” Dan tidaklah aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Berkata Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhu : “Setiap apa yang terdapat didalam Al -Qur’an dari ibadah, bermakna tauhid” ( Tafsir Al Baghowi, dinukil dari Syarh Qawaidul Arba’ Syaikh Khalid Ar Radadi)
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (Qs. Al Fatiha : 5 )
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
” Dan sunnguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap ummat (untuk mendakwahkan) sembahlah Allah dan jauhilah thagut “ ( Qs. An Nahal : 36 )
Berkata Asy Syaikh ‘Al ‘Alaamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Faedah yang dapat diambil dalam ayat ini bahwasannya hikmah dari diutusnya para Rasul adalah dakwah kepada tauhid dan melarang dari perbuatan syirik “ ( Al Mulakhos fi Syarhi Kitab At Tauhid : 11 )
Ini diantara ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang untuk beibadah kepada selain Allah. Maka jika seorang mencampur ibadahnya dengan perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dengan kesyirikan yang besar atau dengan tanpa tauhid maka sia-sialah amalannya.
Berkata Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab An Najdi Rahimahullah :” Ketahuilah Ibadah tidaklah dinamakan sebagai sebuah ibadah kecuali jika disertai dengan tauhid (orangya hanya beribadah kepada Allah semata -pen) sebagaimana tidak dikatakan sholat kecuali dalam keadaan thaharah (suci). Apabila  syirik masuk kedalam ibadah akan membatalkan ibadah sebagaimana hadast apabila masuk kedalam thaharah “ (Qawaidul Arba’)
Berkata Asy Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah : “ Apabila kamu telah mengetahui ini bahwasannya ibadah tidak diterima kecuali dengan mentauhidkan Allah (beribadah hanya kepada Allah semata -pen) demikian juga sholat tidak diterima kecuali dalam keadaan thaharah (suci), dikarenakan tauhid (beribadah hanya kepada Allah semata -pen)  syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas dan thaharah (suci) syarat dari sahnya shalat, dimana tidak sah shalat kecuali apabila dia dalam keadaan thaharah (suci), begitu juga tidak sah ibadah seseorang kecuali apabila dia seorang yang mentauhidkan Allah. Walau seandainya jidadnya ada bekas sujud, puasa disiang hari dan shalat dimalam hari. Dikarenakan syarat diterimanya itu semua adalah dilakukan oleh seorang Muwwahid (orang yang hanya beribadah kepada Allah semata) yang ikhlas.
Allah Jalla wa’alaa berfirman :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“ Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu, sungguh jika engkau berbuat syirik (mempersekutukan Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi, karena itu hendaklah Allah saja yang engkau sembah dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur “ ( Qs. Az Zummar : 65-66 )
Allah Jalla wa’alaa berkata kepada orang kafir
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“ Dan Kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan “ (Qs. Al Furqan : 23)
(Syarah Al Qawaidul Arba’ Syaikh Shalih Alu Syaikh: 11)
Coba kita lihat diantara salah satu perkataan mbah maridjan yang menunjukkan sosok mbah maridjan, yaitu ketika dia berkata kepada detikcom ketika ditemui dirumahnya kamis18/52006; mbah maridjan berkata : “ saya disana berdoa, minta kepada Allah dengan ‘lantaran’ merapi”
Lalu kita tengok perkataan seorang ulama yang menjelaskan tentang perbuatan-perbuaan yang dapat membatalkan kesislaman seseorang. Berkata Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab An Najdi Rahimahullah “ Barangsiapa yang menjadikan adanya perantara antara dirinya dengan Allah, Mereka berdoa, meminta syafaat dan bertawakal kepada perantara tersebut maka dia telah kafir menurut kesepakatan para ulama “ (Kitab Nawaqidul Islam)
Dalil tentang hal ini adalah firman Allah Ta’ala
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللهِ زُلْفَى إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“ Ingatlah! hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia  (berkata) : “ Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sungguh Allah akan memberi putusan diantara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan, sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada seorang pendusta dan orang yang kafir” (Qs. Az Zumar : 3 )
Lihatlah pada ayat yang mulia ini Allah memerintahkan kita untuk beibadah kepada Allah semata, mengikhlaskan agama dan ketaatan hanya untuk Nya, tetapi mereka malah menyembah selain Allah dengan cara menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah didalam peribadatan kepada Nya. Yang mereka menyembah perantara itu dengan berbagai macam ibadah. Lalu Allah katakan apa pada diakhir ayat, yaitu sebagai seorang pendusta lagi kafir (هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ)
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي السَّمَوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“ Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat , dan mereka berkata : “ Mereka itu adalah pemberi syafaat kami dihadapan Allah.” Katakanlah : “apakah kamu akan memberitahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-NYa apa yang ada dilangit dan dibumi?. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu “ (Qs. Yunus : 18 )
Pada ayat ini Allah mensucikan diri Nya sendiri dari perbutan syirik mereka, yaitu mereka menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah yang beribadah kepada perantara tersebut, baik perantara itu berhala, orang atau gunung, lalu Allah katakan apa diakhir ayat tentang orang yang melakukan perbuatan tesebut dengan perkataan “ Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ ), Allah katakan perbuatan mereka sebagai perbuatan syirik (menyekutukan Allah).
Dan Allah Ta’ala berfirman tentang dosa syirik (menyekutukkan Allah) :
إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya ” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang mempersekutukkan Allah, maka sungguh , dia telah berbuat dosa yang besar.” ( Qs. An – Nisa : 48 )
مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya : ” Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukkan ( sesuatau dengan ) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah  neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang – orang dzolim itu.” ( Qs. Al Maidah : 72 )
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“ Sungguh jika engkau berbuat syirik (mempersekutukan Allah), niscaya akan hapuslah amalan mu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi “(Qs. Az Zummar : 65-66)
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“ Dan Kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan “ (Qs. Al Furqan : 23)
Insya Allah dari penjelasan diatas kita bisa menilai sosok mbah maridjan dengan penilaian yang benar, berdasarkan ilmu bukan kebodohan atau ketertipuan dari pengaruh media masa, ternyata mbah maridjan seorang yang melakukan kesyirikan didalam Rububiyah Allah dan Uluhiyah Nya, baik kesyirikan yang besar atau yang kecil, begitu juga dia mengaku mengetahui perkara yang ghaib (dukun) padahal yang mengetahui perkara yang ghaib hanyalah Alah semata dan perkara syirik lainnya, apakah masih ada yang menilai mbah maridjan seorang yang shalih dan patut dijadikan teladan…???!!! Dipuji dan dikagumi…???!!! Berkata Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, menjelaskan pengertian orang shalih. Orang shalih adalah orang yang menunaikan hak Allah dan hamba-hamba Nya (Syarh Kasyfu Subhaat). Hak Allah yang terbesar adalah mentauhidkan Allah, beribadah hanya kepada Allah semata. Kalau hak yang terbesar Allah saja tidak dipenuhi oleh mbah maridjan apakah dia pantas dikatakan sebagai seorang shalih lalu mati dalam keadaan khusnul khatimah (kesudahan yang baik)…??!!.
Wahai kaum muslimin jagalah aqidah dan keimananmu dari segala kesyirikkan, khurofat dan perdukunan. Dan bertawakalah wahai para pengelola media massa jangan kalian jerumuskan ummat kegelapnya kebodohan dan najisnya kesyirikkan, kekufuran dan perdukunan. Dunia ini hanya sementara kelak kalian akan dimaintai pertanggung jawabannya…!!!

Mengenal Kelompok Pertama yang Menyimpang Dalam Islam

Laa hukma illa lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala). Kata-kata ini haq adanya, karena merupakan kandungan ayat yang mulia. Namun jika kemudian ditafsirkan menyimpang dari pemahaman salafush shalih, kebatilanlah yang kemudian muncul. Bertamengkan kata-kata inilah, Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, dengan mudahnya mengkafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin..

Siapakah Khawarij ?
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu yang mengakibatkan terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para shahabat. Ini disebabkan para shahabat tidak menyetujui madzhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi madzhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengkafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31)
Cikal bakal mereka telah ada sejak jaman Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Ketika kami berada di sisi Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau sedang membagi-bagi (harta), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam pun bersabda: “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”
Maka ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Wahai Rasulullah, ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya!” Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka [1], mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah [2], dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat nadhiy-nya (batang anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) maka tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (hewan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang, mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali), dan aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Shahih, HR. Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim, 2/744)
Asy-Syihristani Rahimahullah berkata: “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa shahabat terhadap Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (Al-Milal wan Nihal, hal. 114)
Mengapa Disebut Khawarij ? [3]
Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Dinamakan Khawarij dikarenakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula karena keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula karena sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Akan keluar dari diri orang ini…” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah berkata: “Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikarenakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)
Mereka juga biasa disebut dengan Al-Haruriyyah karena mereka (dahulu) tinggal di Harura yaitu sebuah daerah di Iraq dekat kota Kufah, dan menjadikannya sebagai markas dalam memerangi Ahlul ‘Adl (para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam). (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)
Disebut pula dengan Al-Maariqah (yang keluar), karena banyaknya hadits-hadits yang menjelaskan tentang muruq-nya (keluarnya) mereka dari din (agama). Disebut pula dengan Al-Muhakkimah, karena mereka selalu mengulang kata-kata Laa Hukma Illa Lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala), suatu kalimat yang haq namun dimaukan dengannya kebatilan. Disebut pula dengan An-Nawashib, dikarenakan berlebihannya mereka dalam menyatakan permusuhan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. (Firaq Mu’ashirah, 1/68-69, Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji, secara ringkas)
Bagaimanakah Mahdzab Mereka ?
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata, madzhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin, pen), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/ yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam firman-Nya (yang artinya): “Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa: 59)
Allah Subhanahu Wata’ala dan Nabi-Nya Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai bagian dari agama…Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka. Dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31-33)
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka, pen) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu dari Ahlul Jamal.” [4] (Fathul Bari, 12/296)
Al-Hafidz Rahimahullah juga berkata: “Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta dan keluarganya.” (Fathul Bari, 12/297)
Peperangan Khawarij Dengan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dengan pasukan shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan -dikarenakan ijtihad mereka masing-masing-, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami).
Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abu Thalib termaktub: “Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij pun mengingkari persetujuan itu.
Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, dan disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang atau lebih dari 10.000 orang, atau 6.000 orang, memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah.
Pimpinan mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ Al-Yasykuri dan Syabats At-Tamimi. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengutus shahabat Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma untuk berdialog dengan mereka dan banyak keluar menemui dari mereka yang rujuk. Lalu ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu mereka, maka mereka pun akhirnya menaati ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pimpinan mereka. Kemudian telah bertaubat darimereka membuat isu bahwa ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu masalah tahkim, karena itulah mereka kembali bersamanya. Sampailah isu ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari bagian samping masjid (dengan mengatakan): “Tiada hukum kecuali untuk Allah.” ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu pun menjawab: “Kalimat yang haq (benar) namun yang dimaukan dengannya adalah kebatilan!”
Kemudian berkata kepada mereka: “Hak kalian yang harus‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rizki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”
Secara berangsur-angsur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah Al-Madain. ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap bersikeras mau bersaksi atas kekafiranmenolaknya hingga ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu dirinya dikarenakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim utusan lagi (untuk mengingatkan mereka)Radhiyallahu ‘Anhu namun justru utusan tersebut hendak mereka bunuh dan mereka bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya.
Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisik, yaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Al-Art -yang saat itu menjabat sebagai salah seorang gubernur ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu- berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, maka mereka membunuhnya dan merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan anak dari perutnya.
Sampailah berita ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Dan akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang.
Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan madzhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljim berhasil yang saat itu sedang melakukan shalat membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu Shubuh. (diringkas dari Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , 12/296-298, dengan beberapa tambahan dari Al-Bidayah wan Nihayah, karya Al-Hafidz Ibnu Katsir, 7/281)
Kafirkah Khawarij ?
Kafirnya Khawarij masih diperselisihkan di kalangan ulama. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Sebagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq, dan hukum Islam berlaku bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keyakinan akan halalnya darah, dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)
Al-Imam Al-Khaththabi Rahimahullah berkata: “Ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Khawarij dengan segala kesesatannya tergolong firqah dari firqah-firqah muslimin, boleh menikahi mereka, dan memakan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang dengan pokok keislaman.” (Fathul Bari, 12/314)
Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: “Jumhur ulama berpendapat bahwasanya Khawarij tidak keluar dari kumpulan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 12/314)
Sebab-Sebab Yang Mengantarkan Khwarij Pada Kesesatan
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “yang demikian itu disebabkan kebodohan mereka tentang agama Islam, bersamaan dengan wara’, ibadah dan kesungguhan mereka. Namun tatkala semua itu (wara’, ibadah, dan kesungguhan) tidak berdasarkan ilmu yang benar, akhirnya menjadi bencana bagi mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 35)
Demikan pula, mereka enggan untuk mengambil pemahaman para shahabat (As-Salafush Shalih) dalam memahami masalah-masalah din ini, sehingga terjerumuslah mereka ke dalam kesesatan.
Anjuran Memerangi Mereka [5]
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya): “Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij-pen), perangilah mereka! Karena sesunggguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari shahabat ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu).
Beliau Sholallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda (yang artinya): “Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)
Dalam lafadz yang lain beliau Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya): “Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)
Al-Imam Ibnu Hubairah berkata: “Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap ‘modal’ Islam (kemurnian Islam -pen), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan ‘pencarian laba’, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)
Samakah Musuh-Musuh Ali Bin Abi Thalib Dalam Perang Jamal Dan Perang Shiffin Dengan Khawarij ?
Pendapat yang menyatakan bahwa musuh-musuh ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sama dengan Khawarij ini tentunya tidak benar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: “Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membedakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para shahabat, keseluruhan ahlul hadits, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash mayoritas para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, Asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)
Nasehat Dan Peringatan
Madzhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak aqidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karena itu Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menasehatkan: “Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati madzhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 37)
Wallahu a’lam bish shawab.
Foot Note:
[1] Al Qadhi Bin Iyadh Rahimahullah berkata, “Padanya terdapat 2 pengertian. Pertama:Hati mereka tidak memahami AL Qur’an tersebut dan tidak pula mengambil manfaat dari apa yang mereka baca. Mereka tidak melakukan kecuali hanya sebatas bacaam mulut dan kerongkongan yang dengannya keluarlah potongan-potongan huruf. Kedua: Amalan dan bacaan mereka tidak diterima di sisi Allah Subhanahu Wata’ala” (Ta’liq Shahih Muslim 2/740, Muhammad Fuad Baqi’)
[2] Al Imam Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata, “Ar Ramiyah adalah hewan buruan yang dipanah. Keluarnya mereka (Khawarij) dari agama ini diumpamakan dengan anak apanah yang mengenai buruan lali masuk hingga tembus. Karena beitu cepatnya laju anak panah tersebut (dikarenakan kuatnya si pemanah) maka tidak ada sesuatu pun dari jasad (darah maupun daging) hewan buruan itu yang berbekas pada anak panah” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/426)
[3] Kata “Khawarij” merupakan bentuk jamak dari “Kharij” yang artinya “orang yang keluar”.
[4] Ahlul Jamal adalal Aisyah Radhiyallau ‘Anhu, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan orang-orang yang bersama mereka yang menuntut dihukumnya para pembunuh Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, setelah mereka membai’at Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu.
[5] Adapun memerangi mereka bukanlah urusan perorangan atau kelompok tertentu namun dibawah naungan pemerintah sebagaimana dijelaskan para ulama dalam buku-buku fiqih.
Dikutip http://Asysyariah.com, Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc, Judul: Khawarij : Kelompok Sesat Pertama dalam Islam